Mengikis Budaya Menyampah Sembarangan

Avatar

Kita sering mendengar kalimat “Buanglah sampah pada tempatnya” atau pun kita sering membaca “Siapa yang membuang sampah disini adalah anjing” hingga tak jarang juga kita melihat tulisan “Siapa yang kedapatan membuang sampah di lokasi ini akan diancam dengan denda mau pun kurungan”. Yang mana tujuan dari kalimat-kalimat anti sampah tersebut ditujukan kepada masyarakat yang masih menerapkan budaya nyampah sembarangan.

Sebenarnya jika merujuk pada kalimat “Buanglah sampah pada tempatnya”, secara naluriah manusia yang dianugerah akal bukanlah hal yang sulit membuang sampah pada tempatnya, namun dalam pelaksanaannya ternyata sangat berat dikarnakan menyangkut kebiasaan sepele yang telah diterapkan,jadi dapat dikatakan membuang sampah pada tempatnya adalah kebiasaan yang harus diajarkan dengan kesadaran, sama halnya dengan “Buanglah mantan pada tempatnya” dibutuhkan kesadaran.

Sumber sampah tidak hanya dari sampah rumah tetapi bisa juga dari perkantoran, rumah sakit dan pasar. Sampah-sampah dapat dibedakan menjadi: Sampah organik yaitu merupakan sampah yang sifatnya mudah terurai di alam (mudah busuk) seperti sisa makanan, daun-daunan, atau ranting pohon.

Sampah anorganik merupakan sampah yang sifatnya lebih sulit diurai seperti sampah plastik, kaleng, dan styrofoam dan ini dapat membahayakan manusia, hewan, atau lingkungan sekitar.
Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yaitu sampah kaca, kemasan detergen atau pembersih lainnya.

Banyaknya masyarakat yang kurang sadar membuang serta memilah sampah, disamping Tempat Pembuangan Sampah Sementara(TPS) yang kurang menjadikan budaya membuang sampah bukan pada tempatnya, ketidakmampuan  Dinas Lingkungan Hidup  (DLH) dalam mengelola sampah juga ikut andil salah satu faktor pendukung budaya nyampah sembarang masyarakat yakni dengan terlambatnya mengangkut sampah dari Tempat Pembuang Sementara (TPS)  ke Tempat Pembuang Akhir (TPA).Area pembuangan yang tidak bertambah juga menjadi penyebab sampah-sampah yang ada semakin menjadi gunung sehingga melahirkan suatu yang tidak dapat dihindari,apalagi ketika musim penghujan tiba, menimbulkan dampak bau serta berakibat buruk bagi kesehatan serta menjadi penyebab banjir.

Mengatasi mengelola sampah sebenarnya bukanlah hanya tertuju fokus pada saranan dan prasarana tetapi karna menyampah adalah sebuah kebiasaan buruk maka mengurus sampah penyampah juga harus difokuskan pada mental spiritual sehingga budaya buang sampah tidak pada tempatnya dapat dikikis habis hingga keakar dan menggantimya dengan budaya malu, pada prinsipnya kesuksesan mengelola sampah bukanlah hanya dibuatkan peraturan seperti peraturan daerah (perda) dan peraturan bupati (perbup) tetapi kesadaran masyarakatnya akan dampak jika membuang sampah sembarangan, maka diperlukan edukasi kemasyarakat untuk mengurangi sampah setiap hari seperti mengedukasikan minimalisasi barang atau material yang dipergunakan, menerapkan memakai kembali atau pun memilih barang yang mudah daur ulang atau juga memilih barang-barang yang tidak sekali pakai/buang dengan barang tahan lama dan ramah lingkungan dan ini haruslah dicontohkan oleh stakeholder selaku pengedukasi walau pun hakikinyq berperan serta mengurangi sampah adalah  kesuksesan tertinggi dalam menggelola sampah disamping menyediakan tempat pembuang  sampah sementara yang rutin armada mengambil juga perlu bagaimana menanamkan kemasyarakatnya  kebiasaan sisih sampah dimulai dari keluarga, perumahan, perkantoran, rumah sakit dan pasar adalah kunci utama sukses mengelola dan mengurusi sampah.

SigondrongDalamdiam

*pemerhati, pelaku dan penggiat seni di LabuhanBatu