Gendongan Kesenian khas Pemalang yang Terlupakan 

BacariaNews

Bacaria.id, Pemalang – Gendongan dahulu oleh Masyarakat kota Pemalang bagian selatan digunakan sebagai alat untuk memisahkan padi dari tangkai dan kulitnya guna menghasilkan beras untuk di masak menjadi nasi.

Padi yang kering dimasukkan dalam lesung, kemudian ditumbuk dengan alu (kayu panjang kurang lebih 1,5 meter panjangnya) sehingga menimbulkan irama yang rampak serempak.

Namun setelah berkembangnya alat penggiling padi yang semakin modern, maka Gendongan saat ini berkembang menjadi kesenian musik tradisional, yang semakin langka di jumpai di Pemalang.

Awak media berkesempatan menemui salah seorang warga bernama Dairoh (53) pada Sabtu (16/9/2023) yang bertempat tinggal di Desa Penusupan, Kecamatan Randudongkal, Pemalang.

Dirinya mengaku pada saat dirinya menikah pada tahun 1986, Gendongan masih di mainkan oleh warga Penusupan, sebagai hiburan acara pernikahanya.

“Kalau sama-sama selaras musik Gendongan enak di dengarkan, tapi sekarang hampir hilang anak -anak sekarang tidak paham apa itu Gendongan,” ujar Dairoh Prihatin.

Permainan Gendongan lesung sudah ada di kalangan petani sejak lama, sebelum menjadi pertunjukan musik dalam arti sebenarnya

Seperti saat ini. Kesenian ini juga kerap digunakan sebagai pengisi waktu luang para petani setelah seharian bekerja menumbuk padi.

Kesenian tradisional tersebut sudah sulit ditemukan di Desa-Desa kabupaten Pemalang.

Gendongan lesung dimainkan secara beramai-ramai. Biasanya, terdapat 12 orang yang memainkan. Terdiri dari lima atau enam orang yang menumbuk lesung, sisanya akan menyanyi sambil menari dengan membawa tampah.

Menurut Ketua Dewan Kesenian Pemalang Andi Rustono, seni ini merupakan bentuk ucapan syukur pada Dewi Sri, yang dikenal sebagai Dewi Padi, atas melimpahnya panen yang didapatkan.

Tak hanya itu, Gendongan lesung pun dulunya juga kerap dimainkan saat gerhana tiba.