Bacaria.id, Taput – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Utara (Taput) melakukan penyelesaian perkara berdasarkan Restorative Justice (RJ) terhadap perkara penganiayaan dengan tersangka berinisial SR.
Kasus dugaan tindakan penganiyaan yang dilakukan SR terhadap korban Rudi Hermanto Rumabutar di Desa Lobu Sunut Kecamatan Parmonangan Kabupaten Tapanuli Utara pada tanggal 23 Juli 2023.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tapanuli Utara, Donny Ritonga, SHMH melalui Kasi Pidum Kejari Tapanuli Utara, Arpan Pandiangan, SH MH (22/11) menjelaskan, tahapan mediasi penyelesaian perkara berdasarkan Restoraive Justice (RJ) antara tersangka berinisial SR dengan korban Rudi Hermanto Rumabutar dilakukan pada tanggal 2 November 2023.
Kasi Pidum mengatakan, tahapan mediasi antara tersangka SR dengan korban Rudi Hermanto Rumabutar dilaksanakan di Rumah RJ di Desa Aek Siansimun Kecamatan Tarutung.
“Tim yang turun dalam mediasi tersebut tanggal 2 November 2023 yakni, Rio Bataro Silalahi, SHMH, Satria Agustina Sirait, SH dan Malindo Sitorus, SH. Kemudian untuk tim yang melakukan ekspos pada tanggal 16 November 2023 yakni, Kajari Taput Donny Ritonga, SH MH, Kasi Pidum Arpan Pandiangan, SH MH dan Jaksa Penuntut Umum Malindo Sitorus, SH. Dan tanggal 20 November 2023, Restorative Justice (RJ) disetujui oleh Jampidum Kejagung dan ditandatangani oleh Kajati Sumut,” terangnya.
Kasi Pidum memaparkan, dalam perkara dimaksud dimintakan persetujuan untuk dihentikan penuntutan karena terpenuhi syarat sebagai berikut, tersangka berinisial SR baru pertama kali melakukan tindak pidana Pasal 351 ayat 1 dan ancaman atas tindak pidana tersebut tidak lebih dari 5 tahun.
“Kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi dengan adanya perdamaian antara korban dan tersangka. Dimana korban bersedia memaafkan tersangka jika adanya permintaan maaf oleh tersangka kepada korban dan dapat kembali dengan utuh. Kemudian juga korban merasa persaudaraan antara tersangka dan korban tidak terputus dikarenakan hubungan yang masih sangat dekat dalam adat yaitu adanya hubungan satu marga,” paparnya.
Lebih lanjut Kasi Pidum menjelaskan, tidak menimbulkan keresahan dan atau penolakan dari masyarakat. Tidak berdampak konflik sosial dan tidak berpotensi memecah belah bangsa serta tidak radikalisme dan sparatisme.
Kasi Pidum juga menerangkan, selain syarat di atas, upaya penghentian perkara berdasarkan keadilan restorative itu juga memenuhi kerangka pikir keadilan restorative antar lain dengan memperhatikan atau mempertimbangkan keadaan seperti kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, respon dan keharmonisan masyarakat, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum.