Bacaria.id, Taput – Cuaca cukup dingin pagi itu. Waktu baru menunjukkan sekitar pukul 04.30 WIB. Kabut membatasi jarak pandang hanya sekitar lima meter. Beberapa mama – mama (ibu – ibu )berdiri di sepanjang jalan masuk Onan (pasar tradisional) Tarutung setiap hari Sabtu.
Di daerah Tapanuli Utara ada beberapa onan terkenal, salah satunya adalah Onan Tarutung, yang merupakan tempat jual beli kain ulos khas Batak. Onan Tarutung buka setiap Sabtu dan lokasinya tidak sulit dicari karena berada di tengah kota Tarutung.
Beberapa mama – mama ( ibu – ibu ) yang berdiri di tepi jalan masuk onan tersebut membawa semacam senter atau menggunakan layar ponsel sebagai alat bantu penerangan. Bukan hanya penerangan di sepanjang jalan, tetapi juga untuk menyenteri ulos yang akan dibeli oleh mereka dari para perajin. Para inang ( pembeli ) itu menunggu pengunjung onan, yang sebagian besar adalah ibu – ibu dan sebagian ada bapa – bapa perajin kain ulos.
“Ulos songon dia Inang, amang ? Patudu majo asa ta baen argana (Bagaimana bentuk tenun ulosmu? Coba tunjukkan, biar kita sepakati harganya),” ucar para inang – inang pembeli.
Benar saja, ibu-ibu dan bapa – bapa yang mereka tanyai memang membawa tenun ulos dalam tas mereka. Para penenun di Tarutung memiliki cara unik dalam mengemas hasil karya mereka. Tenunan dilipat dengan rapi kemudian dibungkus dalam balutan ada dibungkus dalam kain, koran bekas dan plastik. Dengan hati-hati seorang penenun membuka bungkusan miliknya, lalu menunjukkan kain ulos hasil tenunan mereka pada para pedagang tersebut.
Ulos adalah kain tradisional dari Suku Batak Toba. Ulos memiliki banyak jenis dan motif. Ada ulos Ragi Hotang, Sadum, Mangiring, Bintang Maratur, Ragi Huting, Sibolang, pucca dan lainnya. Jenis ulos yang berbeda digunakan untuk jenis upacara adat yang berbeda pula. Selain itu, pengerajin di Tarutung juga menghasilkan songket Batak khas Tarutung yang terdiri dari sarung dan selendang yang biasanya digunakan oleh wanita Suku Batak Toba dalam berbagai upacara adat.
Seorang pengerajin tenun bernama Jenni Lumbantobing warga Hutabarat mengatakan bahwa tenunan itu harus dibungkus dengan kain sebelum terjual supaya benangnya tidak terkait oleh benda runcing di sekitarnya.
“Tenun ulos itu barang mahal, semakin mahal kalo benangnya juga ditenun dengan rapi dan tidak ada yang kisut karena kena kait sama benda di sekitarnya, harus dibungkus sama kain supaya aman saat disimpan di tas atau keranjang,” ucapnya.
Dia menjelaskan, harga tenunan Ulos Tarutung di pasaran sangat beragam. Harganya mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah, tergantung pada kualitas benang, motif, dan warna.
Kadang jika tidak sesuai harganya, tenun ulos itu dibawa pulang kembali, dibungkus dengan rapi agar Minggu depannya bisa dijual di pasar iman Tarutung. Selain itu harga ulos juga tergantung pada negosiasi antara penenun dan pedagang seperti yang terjadi di Onan Tarutung.
Para pedagang itu terlihat sudah sangat berpengalaman. Dengan satu tangan memegang senter, tangan lainnya memeriksa detail setiap millimeter kain ulos. “Di sinilah seninya, kesabaran kita diuji,” terang Jenni.
Setiap penenun harus bisa mempertahankan harga yang wajar untuk hasil tenunannya. Harga yang berlaku untuk setiap tenunan ulos adalah harga kesepakatan antara penenun dan toke atau pedagang. Jual beli tenun ulos dilakukan pagi buta begini supaya setiap penenun yang datang dari berbagai desa dari sekitar Tarutung bisa menggunakan hasil jualan tenun untuk belanja di Onan Tarutung ini.
Udah gitu, beberapa penenun datang pagi buta hanya untuk mengetahui harga pasar tenun ulos. Supaya dia tahu jual berapa ke toke yang ada di kampungnya masing-masing. Selain harus pandai menenun benang, pengerajin tenun di Tarutung juga harus pandai mempertahankan harga yang pantas untuk hasil karyanya. Dengan begitu, si penenun tidak mengenal istilah rugi. Semoga kegiatan unik jual beli tenun ulos di pagi buta ini akan terus berlanjut sebagai kekayaan budaya dan tradisi dari Tanah Batak.
Pengerajin tenun lainnya, Karolina Panggabean warga Desa Panggabean salah satu desa penghasil kain tenun ulos di Tarutung mengungkapkan para wanita di desa ini umumnya adalah penenun. Setiap hari sabtu subuhnya, puluhan mama – mama ( ibu – ibu ) datang ke onan pasar Tarutung, bahkan sudah ada langsung angkutan umum menjemput kerumah – rumah.
Menurut pengakuannya, penghasilannya sebagai perajin kain tenun ulos dan songket khas Tarutung mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga tingkat sarjana.
“Dang ni parsoada ito, sian tonun on do boi akka beremu sikkola. Ai 4 ma nga sahat tu sarjana anakkonhu holan sian hasil partonunan on. Alai memang sai diurupi halaki do au, mulak sian sikkola. Sai olo ma nian akka naposo on niajaran na martonun on. (Tidak bisa dipungkiri, karena tenun inilah kakakmu bisa sekolah. Empat orang anakku bisa sekolah sampai sarjana karena tenun ini. Tapi memang mereka membantu aku juga, kalau mereka sudah pulang sekolah. Semogalah anak muda sekarang mau belajar untuk bertenun ulos),” ucap Karolina.
Di desa ini, anak perempuan yang beranjak belasan tahun umumnya sudah pintar bertenun. Selain menjaga tradisi secara turun temurun, mereka ikut bertenun untuk membantu ekonomi keluarga. Teruslah begitu, merawat tradisi dan menjaga peradaban.
Sementara itu para ibu – ibu pembeli tenunan ulos yang berdiri berjejer dijalan masuk onan Tarutung sangat asyik melakukan transaksi jual beli ulos dan songket. Mereka memeriksa hasil tenunan tersebut.
“Kita harus teliti memeriksa ulos ataupun mandar tenunan (songket) yang ditawarkan sama kita. Mana tahu ada yang kurang rapi, salah motif maupun ada yang robek. Biar kita jangan nanti rugi untuk menjualnya kembali,” ungkap R Sibarani salah satu pembeli ulos dan songket.
Dia menambahkan, tradisi jual tenun ulos dan songket sudah lama, sudah berpuluh tahun lamannya.
“Transaksi Unik ini memiliki seni dan budaya yang sangat tinggi dan di onan Tarutung inilah tempat satu – satunya jual tenun ulos yang sangat unik, mengapa unik, karena transaksinya subuh hari tepatnya hari sabtu, bukan hanya ibu – ibu yang menjual ulos atau songket ada juga bapa – bapa,” terangnya.
Selain songket khas, kain tenun ulos, dan transaksinya yang unik, Tarutung juga memiliki kue tradisional khas, yakni kue talam Tarutung. Kue ini terbuat dari perpaduan tepung, santan dan gula aren. Kue talam banyak diburu wisatawan saat berkunjung ke Tarutung. Penjualnya banyak ditemukan saat hari Sabtu tiba.