Tanjak, Topi Khas Adat Melayu Buat Penasaran Sandiaga Uno Saat Hadiri Bajafash Batam

BacariaNews

Bacaria.id, Batam -Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno tidak henti-hentinya menunjukkan perhatiannya terhadap UMKM ekonomi kreatif lokal dalam setiap kunjungan kerjanya guna mendorong promosi produk UMKM dalam negeri.

Sehingga pelaku UMKM bisa mengambil peran terhadap kebangkitan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. Seperti yang dilakukan Menparekraf Sandiaga sebelum membuka perhelatan “Batam Jazz and Fashion (Bajafash)”, yang berlangsung di Panbil Eco Edu Park, Batam, Kepri, Jumat (28/7/2023).

Selain menghadirkan deretan musisi dan pertunjukan fesyen, Bajafash juga menghadirkan bazar UMKM hasil kolaborasi dengan Bank Indonesia sebagai bagian dari “Road to Gebyar Melayu Pesisir”.

Menparekraf Sandiaga pun berkeliling ke stan-stan bazar UMKM. Salah satu produk yang mencuri perhatian Menparekraf Sandiaga adalah topi khas adat Melayu yang biasa disebut dengan ‘Tanjak’ karya desainer bernama Baskoro dengan nama brand Raja Qisty.

Menparekraf Sandiaga pun menjajal ‘Tanjak’ berwarna hijau yang bermakna “Putra Kayangan’. ‘Putra Kayangan’ ini biasa dipakai oleh kaum bangsawan Melayu. ‘Tanjak’ sendiri memiliki sebutan dan nama yang berbeda. Ada yang disebut ‘Mahkota Alam’ biasa digunakan oleh kaum cendikiawan, ‘Nahkoda Trong’ digunakan oleh seseorang yang setia membantu menjaga keamanan laut dengan sikap-sikap kepahlawanan, dan masih banyak sebutan Tanjak lainnya.

“Warna Tanjaknya bagus sekali. Tadi awal pakai kesempitan, tapi untungnya bisa di-_adjust_, jadi pas di kepala saya,” ujar Sandiaga.

Karena menurut Menparekraf Sandiaga Tanjak berwarna hijau ini menjadi simbol pembangunan ekonomi hijau yang berkelanjutan, maka tanpa berfikir lama ia langsung membeli topi adat tersebut.

Untuk Tanjak yang digunakan Menparekraf Sandiaga sendiri dibanderol dengan harga Rp250 ribu. Harga ini tergantung apakah Tanjak yang dibuat menggunakan songket secara keseluruhan atau tidak. Sementara Menparekraf membeli Tanjak yang berbahan _full_ songket.

“UMKM di Batam ini keren banget. Tadi saya lihat kualitasnya sudah bagus, sudah terkurasi, dan setiap UMKM itu menciptakan lapangan kerja, 4 sampai 6 lapangan kerja. Dan inilah bagian dari target kita menciptakan 4,4 lapangan kerja,” kata Sandiaga.

Menurut keterangan Pemilik Raja Qisty, Baskoro, untuk membuat topi adat khas Melayu tidak memerlukan waktu lama. Satu produk hanya memakan waktu sekitar 2 jam.

Lebih lanjut Baskoro menjelaskan bahwa produknya memang memiliki target pasar yang khusus, yakni orang-orang Melayu baik dalam maupun luar negeri. Untuk di Indonesia sendiri wilayah yang menjadi sasarannya adalah Kalimantan Barat, Medan, Lampung, Palembang, dan Pekanbaru. Sementara untuk pasar luar negeri yakni negara Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Selain topi, Baskoro juga menjual berbagai produk khas Melayu lainnya seperti pakaian dan sandal. Untuk pakaiannya sendiri sudah ia modifikasi, diberikan sentuhan inovasi agar pakaian khas Melayu ini bisa digunakan sebagai pakaian sehari-hari.

“Baju ini sudah saya modifikasi, biasanya kalau baju Melayu motifnya polos. Jadi saya memberikan motif lain agar anak-anak muda bisa menggunakan baju ini sebagai pakaian sehari-hari. Sehingga tidak hanya dipakai pada acara tertentu saja,” ujar Baskoro.