Bacaria.id, Labuhanbatu – Komisi III DPRD Kabupaten Labuhanbatu menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa, 10 Juni 2025, di ruang paripurna DPRD, menyusul laporan dari Jaringan Aktivis Mahasiswa (JAM) terkait dugaan ketidaktransparanan kewajiban pajak dan ketidakjelasan legalitas lahan yang dikelola oleh PT Kedawi Jaya.
RDP tersebut dihadiri oleh perwakilan JAM, masyarakat, PT Kedawi Jaya, dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Labuhanbatu. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi III dari Partai Gerindra, serta diikuti anggota lintas fraksi, antara lain Tommy (PDIP), Anwar (NasDem), Marasakti (Partai Gelora), dan Rifai Tambunan (Perindo).
Koordinator JAM, Jefril Harefa, menyampaikan bahwa hingga kini belum ada kejelasan terkait status pajak PT Kedawi Jaya. Ia menilai transparansi perusahaan masih sangat minim.
“Kami sudah menyampaikan aspirasi ke beberapa instansi terkait, namun belum ada penjelasan yang gamblang. DPRD harus memastikan bahwa perusahaan mematuhi kewajiban pajaknya dan tidak menutup-nutupi informasi,” kata Jefril.
Dalam rapat tersebut, pihak PT Kedawi Jaya menyerahkan sejumlah dokumen yang disebut sebagai bukti pelaporan pajak. Namun, perwakilan Bapenda menyatakan bahwa PT Kedawi Jaya tidak terdaftar sebagai wajib pajak daerah.
“Pajak disetorkan langsung ke pemerintah pusat melalui KPP Pratama. Kami hanya menerima Dana Bagi Hasil (DBH) dan tidak memiliki wewenang dalam penarikan pajak langsung dari perusahaan tersebut,” jelas perwakilan Bapenda.
Isu legalitas lahan juga menjadi sorotan. PT Kedawi Jaya disebut telah mengelola lahan seluas 445 hektare sejak 2008. Namun, menurut data yang dimiliki JAM, baru sekitar 218 hektare lahan yang dalam proses pengurusan izin, sementara sisanya diduga belum memiliki status Hak Guna Usaha (HGU) yang sah.
Amos Sihombing, perwakilan masyarakat sekaligus anggota JAM, mengkritik inkonsistensi informasi yang disampaikan oleh perusahaan.
“Di Komisi I mereka menyebut mulai beroperasi sejak 2005, kini disebutkan 2008. Ini perlu diluruskan.
Lebih penting lagi, bagaimana bisa perusahaan menyetorkan pajak tanpa dasar legalitas lahan yang jelas?” ungkap Amos.
Amos juga mengungkap bahwa kepala desa di wilayah operasional perusahaan telah meminta agar penerbitan izin dihentikan karena adanya dugaan manipulasi data.
Ia mendesak agar PT Kedawi Jaya memberikan program plasma sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
Salah satu warga yang hadir juga memaparkan bahwa sebagian lahan yang saat ini ditanami sawit oleh perusahaan sebelumnya diusahakan oleh masyarakat secara mandiri.
Menanggapi hal tersebut, Anwar, anggota Komisi III dari Partai NasDem, menyatakan bahwa temuan dalam RDP perlu ditindaklanjuti secara serius. Ia mendukung usulan JAM agar dilakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi perusahaan.
“Kita perlu melihat langsung ke lapangan dan memastikan informasi yang disampaikan benar. Selain itu, kita juga akan memanggil KPP Pratama untuk memberikan klarifikasi mengenai perhitungan dan status pajak PT Kedawi Jaya,” ujar Anwar.
RDP ditutup dengan kesimpulan bahwa Komisi III DPRD Labuhanbatu akan menjadwalkan sidak ke lokasi setelah rapat Badan Musyawarah (Banmus) digelar.
Komisi III juga akan mengundang KPP Pratama dalam pertemuan lanjutan guna memperoleh klarifikasi resmi terkait aspek perpajakan perusahaan.(MC).