Daerah  

Anyaman Tikar Baion yang Tergerus Zaman di Tanak Batak

BacariaNews

Bacaria.id, Toba – Mangaletek Baion, Salah satu tradisi atau kebiasaan wanita dibeberapa sudut kampung tanah batak yang hampir punah dan tidak terlihat alias sirna ditelan zaman.

Mangaletek baion atau menganyam artinya Menyusun lembaran baion (daun pandan berduri atau pandan samak dan sejenisnya) yang telah bersih dan kering secara tindih-menindih dan silang menyilang yang dahulu kala identik dilakukan oleh wanita dari kampung di sebuah Desa.

Sebelum mangaletek dijadikan sebuah tikar, topi, keranjang/tandok, dll. Daun Pandan Samak yang sudah di potong dari tempat habitatnya, di jemur selama 3 hari hingga putih kecoklatan maka daun baion siap di anyam.

Saat ini tidak banyak generasi muda di Tanah Batak yang mewarisi pengetahuan untuk membuat tikar pandan ini sebagai produk kearifan lokal karena bahan baku pandan berduri sulit ditemukan dan persaingan harga tikar pandan dengan tikar pabrik sudah tidak seimbang lagi.

Hal ini diungkapkan Opung Br Sijabat di Desa Sigapiton, sebuah desa yang terisolasi dari daerah sekitar namun terletak kaki bukit Toba Caldera Resort, Sibisa, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Menurut Boru Sijabat, Kini masyarakat lebih memilih tikar plastik atau ambal yang diproduksi oleh pabrik dibandingkan dengan menggunakan tikar tradisional.

“Tikar yang diproduksi oleh pabrik lebih tahan dan murah dibandingkan dengan tikar tradisional seperti ini,” ujar Op Br Sijabat, Sabtu (21/10/2023).

Di zaman dulu, masyarakat menggunakan tikar untuk kebutuhan sehari-hari. Dijadikan tikar alas tempat tidur, tandok tempat beras, tandok untuk tempat meletakkan barang-barang.

Sejak 30-40 tahun silam, masyarakat masih sangat banyak dan sering menganyam tikar pandan berduri ini, dan identik sering dijumpai di rumah-rumah orang Batak.

Desa Sigapiton, Kampung Opung Br Sijabat ini, Salah satu Desa atau kampung batak yang masih mempertahankan kebiasaan mangaletek baion.

Saat Menganyam Tikar Pandan, Boru Sijabat mampu menyelesaikan satu tikar pandan berukuran 1×2 meter dengan membutuhkan waktu sekitar 1-3 minggu.

“Itupun jika konsisten mengerjakannya, Jika tidak, bisa lewat dari waktu tersebut,” ucap br Sijabat.

Kesehariannya Br Sijabat selalu menyiapkan alat-alat tradisional umumnya masih sederhana seperti: pisau pemotong, pisau penipis, tang penjepit dan daun pandan berduri.

Biasanya Harga yang dipasarkan oleh pengrajin tikar tradisional bermacam-macam, Tergantung ukuran dan kesulitan motif yang dibuat.

Harga paling murah untuk tandok kecil pajangan di rumah dibandrol seharga Rp 20.000. Untuk tikar pandan ukuran 1×2 meter harganya sekitar Rp 600.000.

Selain Boru Sijabat, ada kaum ibu lainnya yang ikut mempertahankan tradisi ini. Di antaranya Boru Sinaga yang masih bertetangga dengan Boru Sijabat.

Sewaktu Sigapiton akan dijadikan sebagai Desa Wisata, masyarakat setempat berupaya untuk menjadikan produk tikar anyaman ini sebagai produk khas Sigapiton.

Harnitop Manurung, anak perempuan Boru Sinaga, ingin menggagas dan berharap agar tradisi mangaletek baion dapat dipertahankan dan dilestarikan dengan menjadikan sebagai produk kearifan lokal.

“Kami berharap mengalettek baion bisa dilestarikan melalui atraksi Kategori UMKM dan difasilitasi pihak terkait agar mampu naik kelas dan tetap dilestarikan,” ucap Harnitop.

Semangat Harnitop bersama penganyam di Desa Wisata merupakan Upaya mereka mempertahankan tradisi mangeletek sebagai bukti bahwa tidak sedikit masyarakat bersemangat untuk mendukung Desa Wisata.

Mereka yang sekalipun belum tahu produk mereka akan dijual kemana dan siapa yang membeli, mereka sangat bersemangat untuk berkarya.

“Kami yang hanya buat. Si Harnitop yang mengurus dijual kemana. Tidak tahu kami harganya berapa. Kami percaya saja sama dia. Ini ibaratkan sekolah kami. Kami bikinlah mangaletek baion ini seperti prakarya kami. Biar ada kegiatan kami,” ujar Boru Sijabat saat disinggung soal tikar yang ia buat.

Desa Sigapiton melalui produk ini berupaya untuk memenuhi syarat yang disebut desa wisata dengan mempertahankan kearifan lokal yakni mangeletek baion sebagai produk khas.

Berminat untuk mendukung kearifan lokal di Tanah Batak? Salah satu bentuk kontribusi yang bisa kamu tunjukkan adalah dengan berkunjung ke Desa Sigapiton atau membeli produk tikar anyaman ini.