Bacaria.id, Parapat – Kecelakaan tragis merenggut tiga nyawa dari satu keluarga, dan meninggalkan seorang ibu muda dalam kondisi kritis. Mobil dinas berpelat merah BK 1373 J yang dikemudikan Angetmo Imanuel Solin diduga melaju kencang dan menabrak sepeda motor Beat F 3346 JU yang ditumpangi keluarga kecil tersebut di jalan lintas Sipanganbolon, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Simalungun, Rabu (4/6/2025) petang.
Dalam sekejap, DE Siregar (30), suami sekaligus ayah dari dua anak, tewas bersama dua buah hatinya TAS (2) dan GZS (3) sedang Istri / Ibu dari korban, Sarah M. Sirait, kini kritis dan berjuang di ruang perawatan intensif RS Vita Insani, Pematang Siantar.
Namun anak sulung mereka yang baru duduk di bangku kelas 1 SD RK Bintang Timur Parapat selamat dari maut hanya karena ditinggal di rumah saat mereka berpergian hanya bisa menangis tersedu melihat ayah dan adeknya terbaring kaku di Ruang Jenazah RSUD Parapat.
Disebutkan S. Sirait Keluarga korban, bahwa para korban datang dari Parapat kembali ke rumahnya di Sionggang namun naas diperjalanan terjadi peristiwa tragis.
“Mereka datang dari arah Parapat berbencongan Suami Istri dan 2 anak namun akhirnya inilah info mereka kami dengar, namun anak pertamanya masih berumur 7 tahun dan tidak mereka bawa sedang di tinggal dirumah, saat ini anak kami ini masih kelas 1 SD RK Bintang Timur Parapat,” ujar Sirait di lokasi kamar Jenazah RSUD Parapat.
Informasi dari Unit Gakkum Polres Simalungun WO Silitonga menyebutkan bahwa mobil dinas tersebut adalah milik Kepala UPT Samsat Humbang Hasundutan.
“Mobil datang dari arah Toba menuju Parapat, dan diduga melaju dengan kecepatan tinggi saat hendak mendahului kendaraan lain. Diduga supirnya tidak melihat sepeda motor korban yang berada di jalur lawan arah,” sebut Silitonga.
Beberapa pertanyaan disampaikan dan gerutu warga sekitar, Apakah ini bagian dari tugas negara, atau penyalahgunaan fasilitas negara untuk urusan pribadi?.
“Mobil dinas seharusnya digunakan untuk pelayanan masyarakat, bukan untuk menciptakan tragedi. Ketika kendaraan dengan nomor polisi merah melaju seperti peluru di jalan umum, dan berujung pada pembantaian tidak langsung terhadap warga sipil, maka ini bukan sekadar kecelakaan lalu lintas biasa,” ujar warga Sionggang yang ramai di RSUD Parapat.
Banyak masyarakat yang mulai muak dengan arogansi kendaraan berpelat merah. Mereka sering kali merasa punya “jalan sendiri”, menyalip sembarangan, dan bahkan parkir seenaknya.
Tapi kali ini, yang terjadi bukan sekadar pelanggaran etika. Ini adalah kematian nyata, yang menyisakan luka mendalam bagi keluarga dan publik.
Pernahkah mereka berpikir: bagaimana jika korban adalah anak atau istri para Pejabat itu, Apakah penyesalan dan belasungkawa cukup untuk menggantikan nyawa yang sudah melayang?.
“Yang lebih penting: apakah akan ada keadilan? Apakah kasus ini akan ditindak secara transparan, atau justru tenggelam dalam birokrasi dan kekuasaan,” cetus warga lain.
“Kita tidak lagi hanya menuntut belasungkawa. Kita menuntut tanggung jawab. Supir kendaraan dinas tersebut harus diproses hukum tanpa kompromi,” tegas mereka.
Institusi pemilik kendaraan dalam hal ini UPT Samsat Humbahas juga harus memberikan klarifikasi terbuka: apakah supir tersebut sedang dalam tugas resmi, Apakah prosedur penggunaan kendaraan dinas dilanggar.
“Kejadian ini harus menjadi momentum bagi pemerintah daerah dan pusat untuk mengevaluasi penggunaan kendaraan dinas secara menyeluruh. Tidak bisa lagi ada pembiaran. Tidak bisa lagi nyawa warga menjadi korban ganti rugi dari budaya abai dan merasa kebal hukum.
Jalan lintas Parapat seharusnya menjadi jalur wisata yang aman, bukan jalur kematian. Warga Parapat dan Toba, seperti juga keluarga korban, berhak atas rasa aman saat menggunakan jalan raya.
Mereka tidak seharusnya pulang ke rumah dalam peti mati, apalagi karena kelalaian yang seharusnya bisa dicegah.
Kini, seorang ibu terbaring di rumah sakit. Seorang anak sulung menunggu pulang tanpa tahu bahwa rumahnya sudah sepi.
“Kita sebagai bagian dari masyarakat sipil tidak boleh diam, Keadilan harus ditegakkan. Transparansi Kepolisian harus dikawal. Dan yang paling penting: nyawa warga harus dihargai lebih tinggi dari status dan pelat kendaraan,” tutup warga yang sedang menyaksikan tetangganya di Kamar Jenazah.
(Feri)