Ternyata Kapal Pukat Trawl Lakukan Aktivasi Bongkar di Sibolga Tapteng
Bacaria.id, Tapteng – Hingga saat ini dugaan Pukat trawl atau lebih dikenal pukat harimau masih bebas beroperasi di kawasan pantai barat, Sumatera Utara.
Diduga puluhan kapal pukat harimau ini tiap tahunnya makin bertambah.
Terkesan para pelaku usaha ini tidak pernah mengindahkan peraturan pemerintah tentang ekosistem dan biota laut yang makin hancur akibat praktek ini.
“Meraup keuntungan dengan cara curang praktik penangkapan ikan dan spesies lainnya dengan menjaring hingga ke dasar laut dengan tidak mengikuti aturan,” kata Ikhmad.
Jelas dalam peraturan Pemerintah mengenai alat tangkap jenis pukat harimau telah dilarang sejak tahun 1985 melalui Keppres No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl.
Namun aturan ini hanya sebatas peraturan dalam kertas dan tidak berlaku bagi para pelaku perusak biota laut ini. Seolah olah mereka tidak bisa di jerat dengan hukum. Padahal aturan tersebut muncul setelah berbagai konflik besar antara nelayan tradisional dengan kapal trawl di berbagai daerah.
“Jelas jelas hukumnya ada, apabila praktek ini dilakoni, tapi sayang tidak satu pun mampu di jerat hukum,” ujar Ikhmad.
Ikmad juga beranggapan apabila kegiatan itu terus berlangsung dilakukan, nasib nelayan tradisional sampai kapan bisa bertahan. Da ujungnya justru itu semakin menyelenggarakan nelayan kecil.
“Dan ironisnya lagi, ternyata diduga ada ratusan kapal pukat trawl asal Sibolga-Tapanuli Tengah yang bebas beroperasi,” ungkapnya.
Pemerhati nelayan tradisional, Ikhmad Lubis ini juga menyebutkan ada kisarannya itu mencapai 60 lebih kapal yang besar dan ada ratusan untuk kapal kecil dan itu ada di Sibolga.
Ikhmad menyatakan bukan hanya laut yang ada di Sibolga-Tapteng saja tapi untuk daerah lain juga seperti itu selagi itu masih perairan Indonesia, itu sudah jelas ada aturannya.
“Para pelaku usaha ini agaknya mengangkangi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 Tahun 2016 terlihat bebasnya tambat ataupun bongkar hasil diduga pukat harimau di gudang ikan tangkahan Manullang atau gudang Sabena,” tuturnya.
Menurut Ikhmad, merajalelanya pukat Trawl ini akibat ketakutan dari nelayan kecil apabila ambil tindakan sendiri akan dibayangi oleh jerat hukum pidana.
“Kejadian tahun 2001, sampai 12 unit dibakar oleh Masyarakat. Belakangan inilah, trawl si Manullang dibakar, ya kena juga Masyarakat, ya ditangkap oleh Airud,” kata Pria yang juga Mantan Ketua KNTM Sibolga ini.
Nelayan tradisional lokal diminta untuk bergerak karena tidak ada yang akan peduli kelestarian biota laut di Pantai Barat Sumatera ini kecuali Masyarakat itu sendiri.
“Kasarnya, saya seorang Pemimpin Instansi. Ini bukan daerah saya, setelah 2-4 tahun habis masa jabatan, saya pindah bawa koper pulang. Mau jadi apa pun disini terserah, karena bukan kampung saya ini itulah contohnya,” pungkas Ikmad.
