Neurosains Belajar: Peran Tidur Dalam Pembelajaran Biologi

BacariaNews

Oleh: Intan Nurnilam Sari & Hasmi Syahputra Harahap

(Mahasiswa S3 Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang)

 

1. Mengapa Pelajaran Biologi Harus Bicara Soal Tidur?

Bayangkan siswa yang menghafal konsep fotosintesis sampai larut malam, lalu saat ulangan ia mengosongkan pikirannya: soal yang tampak mudah jadi sulit diingat. Itu bukan sekadar “kurang usaha” itu cerminan hubungan biologis antara tidur dan konsolidasi memori. Tidur aktif menguatkan sambungan saraf yang terbentuk saat kita belajar; tanpa tidur cukup, proses mengingat terganggu sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif. Bukti meta-analitik dan ulasan modern menunjukkan hubungan konsisten antara kualitas dengan durasi tidur dan hasil akademik pada siswa atau mahasiswa.

2. Mengapa Belajar Bisa Gagal Hanya Karena Kurang Tidur?

Bayangkan seorang siswa SMA yang belajar keras hingga larut malam demi ujian biologi. Ia mempelajari konsep DNA, enzim, dan fotosintesis dengan tekun. Namun keesokan harinya, semua terasa kabur dan otaknya seperti “kosong.” Fenomena ini sering dianggap wajar, padahal dari kacamata neurosains, ini adalah tanda bahwa proses biologis belajar terganggu.

Belajar ternyata bukan hanya soal mengingat, tetapi juga soal bagaimana otak memproses informasi secara biologis. Konsep tidur, yang sering dianggap waktu pasif, justru merupakan “laboratorium alami” bagi otak untuk memperkuat koneksi saraf dan menyimpan memori.

Penelitian mutakhir bahkan menunjukkan bahwa pola tidur, perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, serta kondisi emosional sangat berpengaruh pada prestasi akademik dan kesehatan mental. Salah satunya ditunjukkan dalam studi menarik oleh Kabrita dan Hajjar-Muça (2016) di Lebanon.

3. Tidur : Jendela Menuju Proses Belajar Biologis

Dalam penelitian Hajjar-Muça (2016), sebanyak 540 mahasiswa Universitas di Lebanon diminta mengisi kuesioner tentang kebiasaan tidur, tingkat depresi, dan nilai akademik mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari 58% mahasiswa mengalami kualitas tidur yang buruk, dengan rata-rata skor Pittsburgh Sleep Quality Index sebesar 6,57 yang mengindikasikan kurangnya durasi dan kualitas tidur.

Lebih menarik lagi, ditemukan adanya perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan dalam pola tidur:

Perempuan tidur dan bangun lebih awal, serta memiliki durasi tidur lebih panjang. Namun, mereka juga lebih rentan terhadap depresi, dengan 70,9% menunjukkan gejala depresi dibanding 58,5% pada laki-laki.

Laki-laki justru cenderung tidur lebih larut pada akhir pekan, yang berkorelasi negatif dengan nilai akademik mereka.

Singkatnya, tidur bukan sekadar waktu istirahat, tetapi fase biologis di mana otak mengatur ulang memori dan emosi. Ketika ritme tidur terganggu, mekanisme neuroplasticity (kemampuan otak membentuk koneksi baru) ikut melemah. Akibatnya, kemampuan konsentrasi, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan juga menurun.

4. Neurosains dan Pembelajaran Biologi : Dari Laboratorium Ke Ruang Kelas

Temuan tersebut menjadi refleksi penting bagi dunia pendidikan, terutama dalam pembelajaran biologi. Biologi seharusnya tidak berhenti pada anatomi tubuh atau sistem organ, tetapi juga mengkaji biologi pikiran manusia bagaimana otak belajar, lupa, dan beradaptasi.

Integrasi neurosains dalam pembelajaran biologi dapat dilakukan dengan pendekatan yang kontekstual. Misalnya:

Mengaitkan topik sistem saraf dengan kebiasaan tidur dan fungsi memori. Guru dapat menunjukkan bagaimana neurotransmiter seperti dopamin dan serotonin memengaruhi suasana hati serta fokus belajar.

Melakukan proyek ilmiah kecil tentang “biologi tidur.” Siswa dapat mencatat jam tidur dan hasil belajar selama seminggu untuk memahami hubungan antara fisiologi dan kognisi.

Mendorong pembelajaran reflektif. Siswa diajak memahami tubuh mereka sebagai “laboratorium biologis” yang terus bereaksi terhadap stres, pola makan, dan waktu istirahat.

Dengan demikian, pelajaran biologi tidak hanya menjadi hafalan teori, melainkan sarana self-awareness dan kesadaran ilmiah tentang bagaimana tubuh dan pikiran bekerja bersama.

5. Belajar Memahami Otak, Bukan Sekadar Mengisinya

Integrasi pendekatan neurosains dalam pembelajaran biologi membuka peluang baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Jika selama ini siswa diajak mempelajari fungsi neuron dan otot secara terpisah, kini mereka dapat memahami bahwa aktivitas belajar pun adalah proses biologis kompleks yang melibatkan sistem saraf, hormon, dan ritme sirkadian/jam biologis.

Penelitian Kabrita dan Hajjar-Muça menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih dipengaruhi oleh durasi tidur dan waktu bangun terhadap prestasi akademik, sedangkan laki-laki lebih sensitif terhadap waktu tidur malam. Ini membuktikan bahwa one-size-fits-all education tidak selalu efektif, pendekatan pembelajaran yang mempertimbangkan ritme biologis individu dapat membuat siswa belajar lebih optimal. Bayangkan jika guru biologi di sekolah memperkenalkan konsep “biologi tidur” di kelas, bukan hanya dari sisi anatomi otak, tetapi juga dampaknya terhadap kemampuan berpikir kritis dan keseimbangan emosi. Siswa akan belajar bahwa memahami biologi berarti juga memahami diri mereka sendiri.

6. Inti Temuan yang Relevan Untuk Pendidikan

A. Tidur memperkuat memori. Proses konsolidasi terutama selama tidur gelombang lambat dan fase Rapid Eye Movement (REM), mengubah pengalaman singkat menjadi ingatan jangka panjang; gangguan pada tahap ini mengurangi hasil belajar (Kim & Park, 2025).

B. Pola tidur memengaruhi prestasi akademik. Banyak studi menemukan korelasi negatif antara durasi tidur pendek/kualitas tidur buruk dengan nilai atau performansi akademik berkaitan (Musshafen, et al., 2021).

C. Intervensi sederhana efektif. Program edukasi tidur dan intervensi psikologis (mis. CBT-I atau pelatihan sleep hygiene) pada mahasiswa meningkatkan kualitas tidur dan kadang perilaku belajar. Studi acak dan meta-analisis modern menunjukkan hasil positif (Lin et al., 2018).

7. Kiat Praktis Untuk Memperbaiki Kualitas Tidur (Untuk Siswa & Mahasiswa)

Berikut langkah-langkah berbasis bukti yang bisa langsung diterapkan oleh siswa, guru, dan orangtua:

Jaga jadwal tidur konsisten. Tidur-bangun pada jam yang sama setiap hari membantu menyelaraskan ritme sirkadian/jam biologis, dampaknya nyata pada kewaspadaan dan kinerja belajar.

Batasi paparan layar 60–90 menit sebelum tidur. Cahaya biru menekan melatonin dan menunda tidur. Gunakan mode malam atau istirahat layar.

Ritual relaksasi sebelum tidur. Peregangan ringan, pernapasan, atau 20–30 menit “quiet rest” bisa membantu konsolidasi memori hampir setara dengan tidur pendek pada beberapa konteks eksperimen.

Hindari kafein sore/malam hari dan tidur siang terlalu panjang. Kafein dapat memecah tidur; tidur siang singkat (≤30 menit) boleh, tetapi jangan sampai mengganggu waktu tidur malam.

Aktif secara fisik di siang hari. Olahraga teratur memperbaiki kualitas tidur dan mood.

Jika ada masalah kronis (insomnia, kecemasan berat), cari bantuan profesional/dokter; pendekatan kognitif-perilaku untuk insomnia (CBT-I) terbukti efektif. Beberapa studi intervensi mahasiswa juga menunjukkan bahwa program edukasi tidur singkat (online atau workshop) dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku tidur, sehingga layak diadopsi sekolah/universitas.

Penutup

Tidur, otak, dan belajar adalah satu kesatuan proses biologis yang saling memengaruhi. Riset neurosains seperti yang dilakukan Kabrita & Hajjar-Muça (2016) menjadi pengingat bahwa pendidikan bukan hanya membangun pengetahuan, tetapi juga mengatur keseimbangan biologis agar pengetahuan dapat bertahan.

Pembelajaran biologi masa depan seharusnya bergerak ke arah yang lebih manusiawi bukan hanya berbasis laboratorium, tetapi juga berbasis kehidupan nyata dan fisiologi otak. Karena sejatinya, memahami biologi bukan hanya tentang bagaimana tubuh bekerja, tetapi bagaimana kita belajar untuk menjadi manusia yang berpikir.

Foto: Hasmi Syahputra Harahap
Foto: Intan Nurnilam Sari

Rujukan:

Kabrita, C. S., & Hajjar-Muça, T. (2016). Sex-specific sleep patterns among university students in Lebanon: Impact on depression and academic performance. Nature and Science of Sleep, 8, 189–196. https://doi.org/10.2147/NSS.S104383
Kim, J., & Park, M. (2025). Systems memory consolidation during sleep: oscillations, neuromodulators, and synaptic remodeling. BMB reports, 58(10), 425–436. https://doi.org/10.5483/BMBRep.2025-0033
Musshafen, L. A., Tyrone, R. S., Abdelaziz, A., Sims-Gomillia, C. E., Pongetti, L. S., Teng, F., Fletcher, L. M., & Reneker, J. C. (2021). Associations between sleep and academic performance in US adolescents: a systematic review and meta-analysis. Sleep medicine, 83, 71–82. https://doi.org/10.1016/j.sleep.2021.04.015
Lin, C.-Y., Strong, C., Scott, A. J., Broström, A., Pakpour, A. H., & Webb, T. L. (2018). A cluster randomized controlled trial of a theory-based sleep hygiene intervention for adolescents. Behavior Therapy, 49(6), 964–979. https://doi.org/10.1016/j.beth.2018.01.006