Jual Bebas Solid Sawit, KLHK : Proses Pengelolaannya Melalui Dokumen Lingkungan dan Perizinan

BacariaNews

bacaria.id, RANTAUPRAPAT – Jual beli solid sawit atau limbah penyulingan sawit, selama ini terus menjamur di Kabupaten Labuhanbatu, belum juga ada pengawasan secara ekstra oleh pihak Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu melalui dinas terkait.

Seperti yang terpantau Crew media ini di PT. LTS (Lingga Tiga Sawit). Penjualan solid sawit begitu bebas dan tanpa pengawasan sedikitpun dari instansi/OPD terkait.

Di PT. LTS, menurut pantauan, solid sawit dijual kepada masyarakat dengan bebas tanpa memakai dokumen yang telah di tetapkan Pemerintah sesuai dengan peraturan pemerintah dan undang – undang yang berlaku.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Labuhan Batu, melalui Sekretaris Sabela Rusli Siregar, ketika di konfirmasi mengenai jual beli solid sawit, apakah diperbolehkan tanpa ada dokumen izin, Rusli hanya menjawab diluar jangkauan permasalahan.

“Ah Payah KTU nya itu bang,”balasnya via WhatsApp, Senin (10/4/2023).

KTU PT. Lingga Tingga Sawit (LTS) Rantauprapat Awal Harahap belum menjawab,  ketika di konfirmasi Awak Media saat mempertanyakan terkait Limbah B3 (Solid) yang di perjual belikan Pada Masyarakat pada 31 Maret 2023 melalui WhatsApp Pribadinya. Sampai berita ini di turunkan.

Dengan tidak menjawab KTU tersebut saat di Konfirmasi, semakin kuat dugaan PT LTS memperjual belikan Limbah B3 kepada masyarakat, dan hal ini sudah melanggar Permen LHK nomor 4 tahun 2020 tentang pengangkutan Limbah B3 dan PP Nomor 101 tahun 2014 tentang pengolahan limbah B3 (Lembaran negara RI tahun 2014 nomor 333, dan lembaran negara RI nomor 5617). dan UU yang di kenakan Ke pidana.

Seperti diketahui, Pemerintah sudah menerbitkan ketentuan izin pengelolaan limbah B3 dalam Pasal 59 ayat (4), Pasal 95 ayat (1), dan Pasal 102 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) tidak perlu ditafsirkan kembali.

Didalam Pasal 59 ayat (4), berbunyi “Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya”.

Lalu, dalam Pasal 95 ayat (1) tertuang, “Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri”,

Kemudian didalam Pasal 102 termaktub, “Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.

Direktur Jenderal Pengolahan Sampah, Limbah dan B3 di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada waktu itu, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, limbah kelapa sawit yang dikeluarkan dari kategori bahan berbahaya dan beracun adalah jenis SBE atau spent bleaching earth.

Limbah tersebut, secara kajian sudah diekstrak kandungan minyaknya dari 20% menjadi dibawah tiga persen. Kadar itu, secara kajian teknis dan ilmiah sudah tidak lagi menunjukan karakteristik limbah yang berbahaya dan beracun.

“Lebih mudah untuk pemanfaatannya. Karena, tidak lagi mengandung minyak serta logam berat,”kata Vivien, seperti dilangsir gapki.id.

Meskipun bukan limbah B3, limbah penyulingan sawit harus dikelola dengan standart – standartnya. “hasil pemurnian untuk minyak goreng ini sesuai ketentuan aman bagi lingkungan, tapi KLHK akan tetap melakukan pengawasan terhadap proses pengelolaannya. Yakni melalui dokumen persetujuan lingkungan dan perizinan berusaha. Jika terjadi pelanggaran, maka akan dilakukan penegakan hukum,”tegasnya.

Wakil Ketua Umum III Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Togar Sitanggang menerangkan, SBE merupakan limbah hasil pemurnian yang dipakai untuk pengolahan minyak goreng.

“Bentuknya seperti tanah yang mengandung minyak. Jika tanpa pengolahan, minyak yang terkandung dalam limbah itu berkisar 20%. Dan ada kemungkinan ‘terbakar Sendiri’ dalam cuaca atau kondisi tertentu. Karena itulah, SBS masuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun atau B3. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014,”terang Togar.

Dr. Ir. Tungkot Sipayung, Executive Director at PASPI dalam jurnalnya mengungkapkan, spent bleaching earth (SBE) atau solid sawit adalah limbah pada yang dihasilkan dari proses pemurnian minyak kelapa sawit dalam aktifitas di industri oleokimia. Limbah ini mengandung residu minyak dan juga logam. Yakni, silika, aluminium oksida, Ferri oksida, magnesium dan air.

Komponen – komponen tersebut menyebabkan limbah SBS menjadi beracun dan berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Berdasarkan PP 101 tahun 2014, SBE dikategorikan sebagai limbah B3 dari sumber spesifik khusus dengan kode B413. Limbah SBE tergolong sebagai limbah B3 kategori 2. Artinya, limbah tersebut yang memiliki efek tunda (delayed) dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup.

Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia, India dan Uni Eropa, SBS di negara – negara tersebut tidak dikategorikan sebagai limbah B3. Limbah SBE yang dihasilkan oleh industri Refinery Malaysia tetap dikategorikan sebagai limbah padat hasil Refinery yang pengolahannya diatur dalam Solid Waste Regulation (SWT). Agar limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk bernilai ekonomi tinggi. (BR/Julip)