Bacaria.id, Labuhanbatu Utara – Konflik agraria di Desa Panigoran, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhanbatu Utara, kembali memanas.
Kejaksaan Negeri Rantauprapat mengeluarkan surat pemberitahuan pelaksanaan eksekusi lahan terhadap Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPHS) pada 28 Februari 2025. Eksekusi ini merupakan tindak lanjut dari putusan pengadilan yang memenangkan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology, Tbk (PT SMART, Tbk).
Surat bernomor 99/PAN PN/W2 U13/HK2 4/II/2025 itu mengejutkan KTPHS. Ketua KTPHS, Adi Kesuma, menilai pemberitahuan eksekusi datang secara mendadak dan mencerminkan ketidakadilan hukum.
“Kami tidak diberi kesempatan untuk melakukan mediasi dengan perusahaan. Sampai saat ini, PT SMART tidak pernah menghubungi kami. Ini bukan eksekusi, ini penggusuran paksa!” tegasnya.
Kelompok tani yang telah bertahan sejak 1969 ini kini berada di ujung tanduk. Mereka menegaskan bahwa tanah yang mereka tempati adalah hak mereka secara historis.
Ketidakadilan Agraria: Petani Diteror, Korporasi Dimanjakan
Kakek Suherman, salah satu tokoh sejarah KTPHS, mengungkapkan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar soal tanah, melainkan hak hidup yang terus dirampas oleh perusahaan dengan restu pemerintah.
“Sejak 1969 hingga kini, kami hidup dalam tekanan. Kami membentuk organisasi KTPHS pada 2009 untuk mempertahankan tanah kami, tapi yang kami hadapi justru teror dan ancaman. Setiap hari kami dipaksa tunduk kepada korporasi yang dibantu aparat,” katanya.
Suherman menegaskan bahwa di usia 16 tahun KTPHS, mereka justru mendapat “kado” berupa eksekusi lahan.
“Apakah ini keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Pemerintah justru berpihak kepada pemilik modal dan membiarkan rakyatnya terusir dari tanah leluhurnya!” serunya.
GMNI Sumut: Negara Gagal Melindungi Rakyat!
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sumut mengecam keras tindakan pemerintah yang dinilai hanya berpihak kepada korporasi. Ketua GMNI Sumut, Paulus Peringatan Gulo, menilai bahwa negara telah gagal dalam melindungi rakyatnya.
“Pemerintah hari ini hanyalah alat oligarki! Mereka membiarkan rakyat menderita, sementara korporasi terus merampas hak-hak masyarakat kecil!” tegas Paulus.
Paulus juga menyoroti kondisi desa yang hingga kini belum dialiri listrik, padahal PT SMART beroperasi di daerah tersebut.
“Ini ironi! Perusahaan bisa beroperasi besar-besaran, tapi masyarakat sekitar masih hidup dalam kegelapan! Pemerintah dan PT PLN Persero harus bertanggung jawab atas ketimpangan ini!” katanya.
Menurutnya, masyarakat di Desa Panigoran selama ini hanya bisa menikmati listrik dari mesin diesel dengan jadwal terbatas karena keterbatasan bahan bakar.
“Bahkan di rumah ibadah, anak-anak masih belajar mengaji dengan penerangan seadanya. Ini penghinaan terhadap hak dasar rakyat!” lanjutnya.
Tuntutan ke Presiden Prabowo: Hentikan Perampasan Tanah Rakyat!
Paulus menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto harus turun tangan.
“Kami menuntut Presiden Prabowo segera bertindak! Hentikan perampasan tanah rakyat! Jangan biarkan pemerintah daerah dan perusahaan mempermainkan nasib masyarakat kecil!” serunya.
Adi Kesuma selaku Ketua KTPHS juga menyampaikan apresiasi kepada GMNI Sumut yang hadir langsung mendukung perjuangan mereka.
“Kami berterima kasih kepada GMNI Sumut yang tetap berdiri bersama rakyat. Ini bukan hanya soal kami, tapi soal hak hidup rakyat kecil di seluruh negeri ini!” tegasnya.
Eksekusi ini akan menjadi ujian bagi pemerintah: berpihak pada rakyat atau tetap tunduk pada korporasi? Rakyat menunggu keadilan yang sejati.(MC)