Bacaria.id, Madina – Poligami merupakan perkawinan dimana salah satu pihak memiliki atau mengawini istri lebih dari satu.
Poligami diatur dalam pasal 3 ayat (2) UU perkawinan yang menyebut pengadilan mengizinkan suami untuk beristri lebih dari satu apabila mendapat persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
Lantas bagaimana kalau yang akan melakukan poligami itu adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN?
Aturan poligami yang diperuntukkan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yakni dalam peraturan pemerintah (PP) 45 tahun 1990 tentang perubahan atas PP nomor 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil diatur persyaratan mengenai poligami.
Tercantum dalam pasal 4 ayat (1) bahwa “Pegawai Negeri Sipil (PNS) pria akan beristri lebih dari satu, wajib memiliki idzin terlebih dahulu dari pejabat”.
Beredarnya rumor adanya ASN / Kepala Sekolah yang melakukan poligami sekaligus melakukan pemangkasan terkait Dana Bos disalah satu SDN 003 di Desa Sihepeng Kec. Siabu Kab. Mandailing Natal, Prov Sumut.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsAp Kepsek SDN 003 (red) tidak mau/berani memberikan tanggapan, sampai berita ini ditayangkan, Sabtu (07/10/2023).
Syaparuddin Pohan salah satu aktivis Mahasiswa Madina kepada Bacaria.id, sekalipun Kepala Sekolah SDN 003 sudah memiliki izin dari pihak istri pertama untuk melakukan poligami, namun hal tersebut tidak bisa semudah dan seenaknya dilakukan.
“Sebagai seorang PNS terutama menyangkut dunia pendidikan, tentunya harus menjadi contoh tauladan bagi masyarakat,” ujarnya.
Iapun menjelaskan bahwa dalam PP 45/1990, PNS dilarang untuk melakukan nikah sirih lantaran seluruh PNS diwajibkan untuk melaporkan pernikahannya kepada pejabat yang berwenang.
Hal ini mengacu pada pasal 2 ayat 1 yang berbunyi,” PNS yang melangsungkan perkawinan, wajib memberitahukannya secara tertulis kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat – lambatnya satu tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan,” jelasnya.
Dalam peraturan ini, lanjut, Syaparuddin nikah siri disamakan dalam pasangan yang hidup bersama tanpa ikatan sah. Pasal 14 PP Nomor 45 Tahun 1990 berbunyi ” PNS dilarang hidup bersama dengan yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan yang sah.
Dijelaskannya juga, bahwa yang dimaksud dengan hidup bersama dalam pasal ini adalah melakukan hubungan suami istri diluar ikatan perkawinan yang sah yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga.
Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019. Dalam Pasal 2 UU ini, perkawinan dianggap sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan serta, dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Menurutnya, nikah siri pun dinilai tidak memiliki unsur-unsur yang sah menurut terminologi undang-undang ini.
Jadi, sudah jelas dalam aturannya, PNS untuk yang akan poligami harus diajukan secara tertulis dengan mencantumkan alasan lengkap untuk beristri lebih dari seorang yakni syarat alternatif dan syarat kumulatif.
Dengan tidak adanya izin atau diketahui oleh dinas terkait yaitu Dinas Pendidikan, Inspektorat dan BKSDM Kabupaten Madina. Ini sudah jelas – jelas sebagai PNS sudah sengaja mengabaikan peraturan pemerintah.
Maka dari itu, Pohan nama sapaannya, bahwa Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) tidak boleh lalai dan abai terkait hal ini dan segera memberikan sanksi pada PNS tersebut dengan salah satu hukuman berat.
Dalam Pasal 8 ayat 4 PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Peraturan Disiplin PNS, terdapat tiga hukuman disiplin berat, yaitu: penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
“Atau bila perlu dilakukan sanksi pemecatan secara tidak hormat bagi oknum PNS tersebut,” cetusnya.
Ditambahnya lagi, menurut hasil investigasi kami, selain melakukan poligami kepsek 003 juga diduga melakukan pemangkasan dana bos terhadap siswa SD 003 Sihepeng, yang dimana menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 76 Tahun 2014 tentang Perubahan Peratuaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 101 Tahun 2013 tentang Petunjuk teknis penggunaan dan pertanggung jawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah,” tutup Syaparuddin.