Bacaria.id, Labura – Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) yang digulirkan Kementerian Sosial untuk membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) terutama bidang pendidikan dan kesehatan pada kelompok rumah tangga miskin malah tak tepat sasaran.
Seperti halnya yang terjadi di Desa Aek Tapa, Kecamatan Marbau Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. Di desa ini, istri sekretaris desa serta operator terdaftar sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM), tak tanggung-tanggung, hal tersebut telah berlangsung sejak tahun 2016 lalu.
Sekretaris Desa Aek Tapa Yunus saat dikonfirmasi pada Senin (31/7/2023) membenarkan hal tersebut, ia berdalih tidak mengetahui bahwa perangkat desa tidak diperbolehkan menerima PKH.
“Kita tidak minta masukkan, dulu mungkin pendataannya itu melalui Badan Pusat Statistik, KTP KK kita diminta saat itu. Orang BPS itu mungkin lihat berapa penghasilan, dilihat keadaan bentuk rumah, ya kami ternyata bisa dapat,” ujarnya.
Sekdes mengaku bahwa bantuan tersebut sangat bermanfaat baginya, seperti untuk pendidikan dan lainnya. Ia juga mengklaim bahwa saat ini seluruh masyarakat telah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
“Kami merasa para penerima-penerima ini sudah tercover semua, tidak ada orang yang susah lagi sebenarnya. Contohnya gak dapat dia di pkh dan bpnt, bisa dia dapat blt, dapat lagi lah bantuan yang lainnya. Jadi kalau istri awak masuk ke situ bukan awak yang minta, lagi pula kalau masih bisa apalah pula masalahnya, inipun kalau bapak bilang masih bisa dilanjutkan kita lanjut juga,” ungkapnya.
Namun setelah permasalahan ini mencuat, sekdes mengaku rela nama istrinya dikeluarkan sebagai penerima manfaat tersebut.
“Kalau aku merasa gak salah, terbantu, kalau dilarang ya sampai saat ini aku gatau kalau perangkat tidak boleh. Inipun kalau mau di putus ya saya terima,” jelasnya.
Pendamping PKH desa Aek Tapa, Khoirul Habibi mengatakan, ia mengetahui permasalahan ini sejak 1 bulan lalu dan telah dibahas dalam musyawarah desa pada tanggal 17 Juli kemarin dengan mengahadirkan pihak dinsos, pendamping pkh dan pihak kecamatan. Hasil yang diperoleh bahwa nama tersebut diputuskan akan diberhentikan sebagai penerima pkh.
“Jadi saya datang kesini untuk melakukan penandatangan berita acara yang akan di kirimkan ke dinas sosial Labura agar ditindaklanjuti. Kedua nama tersebut akan diberhentikan sebagai penerima pkh,” sebutnya.
Ditanya bagaimana pengawasan yang dilakukan hingga perangkat desa bisa menerima pkh, ia berdalih pihak pendamping desa hanya sebagai pengguna data.
“Mengenai itu, kalau pendamping pkh itu bukan pembuat data, tapi pengguna data. Artinya data kita terima dari yang dikirim kementerian sosial. Makanya itu bisa saja dulu datanya diambil bps karena dianggap tidak mampu. Intinya saat ini akan dihapus namanya,” jelasnya.