Bacaria.id, Tapteng – Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan AMAN datangi Pengadilan Negeri Sibolga pada Senin 22 April 2024 pukul 10.00 WIB. Aksi massa dari Aliansi Masyarakat Anti Penindasan Tapteng ini menuntut agar Hakim yang menjauhi Vonis terhadap Edianto Simatupang seorang aktivis warga Tapteng di tinjau kembali.
“Kami dari Aliansi Masyarakat Anti Penindasan (AMAN) Kabupaten Tapanuli Tengah, menilai vonis Edianto Simatupang yang dijatuhi hukuman 2 Tahun dan denda Rp50 juta oleh Pengadilan Negeri Sibolga jauh lebih berat dari Tuntutan JPU, yang menuntut 6 bulan penjara, yang dinilai bersalah oleh Hakim yang menyidangkan akibat mengunggah status di Akun Facebooknya pada bulan Agustus 2020 sekira pukul 21.00 WIB, dengan kalimat “MALAM INI MASIH BERSAMA RAKYAT KECIL, KORBAN KETIDAK ADILAN DARI
KADES IBLIS, KORUPTOR DANA DESA, TEGA KALI KALIAN MAKAN JATAH ORANG
MISKIN❞ sangat tidak berprikemanusiaan dan berkeadilan serta tidak berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujar Orator Aksi Jerry Zai di PN Sibolga.
Menurut Aliansi ini, penelusuran mereka khususnya di 159 desa di 20 Kecamatan se- Kabupaten Tapanuli Tengah belum pernah terjadi kerusuhan, pertikaian, perkelahian, permusuhan, baik antar golongan, Suku, Agama, budaya dan sebagaimana yang didakwakan kepada Edianto Simatupang akibat dari Postingan tersebut.
“Kami juga menilai vonis yang dijatuhi oleh Yanti Suryani Siregar, SH, MH Edianto Simatupang merupakan stigma negatif kepada Edianto Simatupang yang merupakan seorang aktivis yang memperjuangkan hak-hak masyarakat kecil yang diduga tidak mendapat Hak mereka sebagaimana mestinya dari pemerintah,” kata Jerry.
Masih kata Orator Aksi ini, mereka juga menduga Yanti Suryani Siregar, selaku Ketua Majelis persidangan mendapat titipan atau pesanan dari seseorang menjatuhi hukuman berat kerusuhan kepada Edianto Simatupang yang kerap mengkritik pejabat yang tidak pro rakyat.
“Kami juga menilai, putusan tersebut merupakan upaya pembungkaman terhadap kasus pengeroyokan yang dialami Edianto Simatupang yang dilakukan oleh sekelompok orang saat mengawal penghitungan surat suara Pilpres di Kecamatan Barus pada tanggal 14 Februari 2024 lalu dan kasus tersebut kini tengah ditangani oleh Polda Sumatera Utara,” tegasnya.
Patut diduga, vonis tersebut adalah upaya menghalangi proses hukum yang sedang ditangani di Polda Sumut. Hal tersebut dapat dinilai dimana sebelumnya Edianto Simatupang sebelum mengalami pengeroyokan oleh sekelompok orang masih
berstatus tahanan kota, namun setelah beberapa hari mengalami pengeroyokan dan proses hukum sedang didalami, Hakim majelis yang menyidangkan Edianto
Simatupang langsung melakukan pengalihan dari tahanan kota menjadi tahanan badan sehari atau hanya tinggal beberapa jam sebelum sidang putusan.
Dugaan tersebut juga dikuatkan dengan vonis yang dijatuhi kepada Edianto Simatupang selama 2 tahun dan denda Rp50 juta jauh lebih tinggi dari tuntutan JPU yang hanya menuntut 6 Bulan.
Berdasarkan hal tersebut, Aliansi Masyarakat Anti Penindasan (AMAN) Kabupaten Tapanuli Tengah mengutuk keras putusan hukuman yang dijatuhkan oleh Yanti Suryani Siregar, selaku ketua Majelis yang menyidangkan Edianto Simatupang yang diduga kuat tidak berprikemanusiaan dan berkeadilan.
“Kami menolak dan mengutuk keras praktek Industri Hukum dan jual beli hukum di Kabupaten Tapanuli Tengah yang diduga beberapa terdakwa divonis tidak berdasakan keadilan dan Ketuhanan YHE tetapi diduga dinyatakan bersalah dan divonis kerena
karena unsur-unsur kepentingan atau pesanan orang-orang tertentu,” ucapnya.